Perkembangan
Psikososial adalah perkembangan yang, meliputi:
I.
PERKEMBANGAN DIRI (THE DEVELOPING SELF)
a. Self
Concept Development(Perkembangan
Konsep Diri)
Konsep
diri merupakan pencerminan dari tingkah laku yang dipandang sebagai suatu titik
temu antara seorang individu dengan lingkungan sosialnya. Konsep diri bukan
hanya berfungsi sebagai pemandu tingkah laku keseharian individu tetapi juga
sebagai sesuatu yang mendasar dan pusat dari segala tingkah laku.
Pada masa
kanak-kanak pertengahan, penilaian anak mengenai diri sudah lebih realistis, seimbang dan
komprehensif. Mereka sudah dapat mendeskripsikan diri mereka menurut
sifat-sifat yang mereka kenali dari diri mereka sendiri. Pengenalan terhadap
diri mereka sendiri menjadi lebih kompleks , beraneka ragam, dan abstrak.
Anak-anak mulai mengenali dirinya sebagai suatu individu dengan kepribadian
tertentu dan berdasarkan kualitas mereka.
Ketika
anak-anak sudah dapat mendeskripsikan diri mereka dengan lebih baik, mereka
akan mulai membandingkan diri mereka dengan lingkungan mereka dan orang lain.
Itulah yang akan mengakibatkan perkembangan yang sangat pesat di dalam
pertumbuhan intelektual, seni, sosial, dan bakat-bakat tertentu dalam diri
mereka.
Menurut
Erikson (1959), masa kanak-kanak tengah adalah masa penting yang dapat
disimpulkan dengan “Saya adalah apa yang saya pelajari.”
Perkembangan
konsep diri ini, kemudian, ditambahkan oleh Piaget (1952) bahwa anak-anak pada
masa ini memerlukan konsep diri kuat yang meningkatkan apresiasi diri mereka
sebagai suatu objek sosial, yang tidak egosentris dan perlu bergaul dengan
lingkungan sosial mereka.
b.
Pengaturan
Pada Tingkah Laku : Sistem Diri dan Sistem Sosial
Untuk
mengembangkan suatu konsep diri yang jelas pada anak, anak perlu memandang
mereka sendiri sama dengan cara orang lain memandang mereka. Dari pandangan
psikologi sosial, tingkah laku anak dapat diatur menurut kebutuhan, keinginan,
tujuan, bakat, dan harapan mereka (dorongan sistem diri sendiri) dan dari keinginan
orang lain terhadap mereka. (dorongan dari sistem sosial). Dalam beberapa
peristiwa, tingkah laku masa kanak-kanak tengah ini sangat signifikan
dipengaruhi oleh sistem sosial mereka. Contohnya: Seorang anak berumur 10 tahun
yang ingin menabung untuk membeli sepeda untuk adiknya.
Semakin
anak-anak pada masa usia tengah berpartisipasi dalam aktifitas sosial yang
mengontrol tingkah laku, mereka akan mengembangkan strategi-strategi dalam
berperilaku.
Peningkatan
dalam pengontrolan diri sendiri terjadi saat anak beraktifitas dengan teratur
(misalnya dalam hal berpakaian). Pada waktu yang sama, sistem sosial akan
menuntut beberapa permintaan yang dapat mendukung hal ini, seperti, saat ini,
banyak anak pada masa usia tengah yang diminta menjaga adiknya, mengerjakan
tugas rumah, PR, dan mematuhi peraturan di sekolah.
Karena
itu, anak-anak pada masa usia tengah menjadi lebih berkembang dalam memberikan
perhatian pada tekanan sistem sosial dan berusaha melakukannya dengan baik.
Anak-anak belajar bahwa kebutuhan mereka dapat dipenuhi ketika mereka memenuhi
permintaan-permintaan dari lingkungan sosial mereka.
Untuk
beberapa anak, pengaturan pada tingkah laku di sistem sosial dan diri tidak
selalu berjalan dengan baik dan sukses, yang akan mengakibatkan perjuangan
keras anak sepanjang menjalani masa usia kanak-kanak tengah atau bahkan
sepanjang hidup mereka.
Dengan
menempatkan anak pada lingkungan sosial yang sesuai, kita dapat membuat
pandangan yang jelas pada peran konsep diri anak dalam mengatur perilaku.
c. Self
Esteem (Harga
Diri)
Menurut
Erikson, faktor penentu utama harga diri adalah pandangan anak itu sendiri
adalahapakah mereka mampu bekerja secara produktif. Persoalan yang diselesaikan
pada masa kanak-kanak tengah ini adalah industry versus inferiority. Ini
merupakantahap keempat teori perkembangan psikososial menurut Erikson.
Anak-anak perlu mempelajari berbagai keterampilan yang bernilai didalam
masyarakat. Kebaikan atau sifat yang berkembang dengan resolusi yang baik pada
tahap psikososial ini adalah keahlian, sebuah pandangna yang mampu menguasai
beberapa keterampilan,dan dapat menyelesaikan tugas. Anak-anak biasanya akan
membandingkan kemampuan mereka dengan anak-anak teman sebayanya. Jika tidak
memadai, mereka akan mencari kembali keluarga mereka. Disisi lain, mereka dapat
terlihat lebih rajin, mereka bisa mengabaikan hubungan sosial, dan menjadi
orang yang “pekerjakeras”. Orang tua juga sangat mempengaruhi keyakinan secara
kompeten.
Bertentangan
dengan penelitian Erikson yang menempatkan pentingnya penguasaan keterampilan,
Susan Harter menemukan bahwa anak-anak berusia 8-12 tahun di Amerika Utara,
menilai diri mereka sendiri menurut popularitas dan penampilan. Menurut Harter
pengaruh utama terhadap harga diri adalah dukungan sosial dari orangtua, teman
sebaya, dan guru. Akan tetapi pada umumnya, hal ini tidak akan mengimbangi
evaluasi diri yang rendah. Contohnya: Apabila Rina menganggap cantik itu
penting, tetapi pada dasarnya dia tidak cantik, maka dia akan kehilangan harga
dirinya, walaupun banyak pujian yang dia terima dari orang lain.
Anak-anak
yang memliki harga diri yang rendah akan sangat memperhatikan penampilan mereka
di dalam situasi sosial. Mereka akan menghubungkan penolakkan sosial adalah
karena kepribadian mereka, yang mereka yakini tidak dapat diubah. Daripada
mencoba hal yang baru agar dapat diterima, anak-anak akan mengulang strategi
yang tidak sukses atau menyerah.
Anak-anak
yang memiliki harga diri tinggi cenderung menghubungkan kegagalan mereka dengan
faktor diluar diri mereka atau perlunya usaha yang lebih keras. Jika pada
awalnya tidak berhasil, maka mereka akan bertahan dan mencoba strategi baru
sampai mereka menemukan satu strategi yang berhasil. Anak-anak dengan harga
diri yang tinggi, cenderung menolong anak-anak lain yang kurang beruntung dan
mereka akan dapat membantu mereka dalam meningkatkan harga diri mereka.
d.
Pertumbuhan
Emosional dan Perilaku Prososial
Ketika
anak-anak mulai tumbuh dewasa, mereka akan lebih peka terhadap perasaan sendiri
dan perasaan orang lain. Mereka dapat mengatur perasaan emosi mereka sendiri
dan merespon emosi orang lain dengan lebih baik.
Pada usia
7 atau 8 tahun anak-anak biasanya sudah bisa merasa malu dan bangga. Mereka
dapat mengeluarkan ide-ide yang dapat dilihat dengan jelas perbedaan antara rasa bersalah dan malu.
Emosi-emosi ini dapat mempengaruhi pendapat mereka mengenai diri mereka
sendiri. Anak-anak juga dapat menyatakan berbagai emosi mereka secara lisan.
Pada masa
kanak-kanak tengah, anak-anak telah menyadari dari peraturan budaya dalam menunjukkan
perasaan mereka,yang orang tua ajari melalui reaksi terhadap cara anak
menunjukkan emosinya.
Anak-anak
juga mempelajari perbedaan antara memiliki emosi dan mengungkapkannya. Mereka
mempelajari apa yang membuat mereka marah, takut, senang bahkam sedih. serta
bagaimana orang lain bereaksi terhadap emosi yang sudah diperlihatkan dan
mereka belajar menyesuaikan perilaku mereka dengan berbagai situasi.
Dalam
pengendalian emosional ini, usaha dalam mengontrol emosi, perhatian dan
perilaku adalah sangat penting. Anak-anak dengan kontrol perilaku yang rendah
cenderung mudah marah atau frustasi ketika diganggu pada sangat mereka sedang
melakukan hal yang ingin mereka lakukan, Anak-anak dengan kemampuan kontrol
perilaku yang tinggi dapat menahan dorongan untuk menunjukkan reaksi emosi yang
negatif pada saat yang tidak tepat. Upaya untuk melakukan pengendalian ini
berdampak pada saat anak mencoba beradaptasi di lingkungan sekolah mereka,
Anak-anak
cenderung menjadi lebih empati dan lebih melakukan perilaku prososial dalam
masa kanak-kanak tengah dan perilaku seperti itu juga merupakan tanda
penyesuaian emosional yang positif. Anak-anak prososial cenderung bertindak
sesuai dengan situasi sosial, bebas dari emosi negatif, dan menyelesaikan
masalah secara konstruktif. Orangtua yang mengenali perasaan sedih anaknya dan
membantu mereka dalam mencari jalan keluar masalah akan mendorong rasa empati,
perkembangan prososial dan keterampilan sosial anak. Ketika orangtua memberikan
respon tidak setuju, emosi seperti marah dan takut akan menjadi lebih kuat dan
dapat merusak penyesuaian sosial anak-anak.
Seiring
dalam mendekati masa remaja anak-anak, ketidaktoleransian orangtua terhadap
emosi negatif dapat mempertinggi konflik antara orangtua dan anak.
1.
ANAK DI DALAM KELUARGA
Anak pada masa usia tengah, yang merupakan masa-masa sekolah, cenderung
menghabiskan waktu luang mereka jauh dari rumah, bersosialisasi dengan teman
dan lingkungan mereka. Saat ini, banyak pula kurikulum sekolah yang
mengharuskan anak-anak menghabiskan lebih dari setengah waktu mereka di
sekolah. Namun, rumah dan keluarga tetaplah bagian yang penting di dalam hidup
anak.
Untuk mengerti perilaku anak di dalam keluarganya, kita perlu terlebih
dahulu mempelajari keadaan keluarganya, yaitu struktur keluarga dan atmosfer.
Bronfenbrenner berpendapat bahwa pengaruh tambahan, misalnya pekerjaan orang
tua dan status ekonomi sosial serta tren dalam keluarga, misalnya urbanisasi
dan perceraian, membantu dalam membentuk perkembangan anak. Kebudayaan juga
mengambil bagian yang penting dalam hal ini.
Ada hal –
hal penting yang perlu diperhatikan untuk memahami anak di dalam keluarga:
a.
Keadaan Keluarga
Pengaruh yang paling penting dari ligkungan keluarga terhadap perkembangan
anak adalah keadaan atau atmosfir dari rumah
·
Masalah
Pengasuhan : Coregulation dan
Kedisiplinan
Masa perkembangan anak usia tengah adalah masa anak
memasuki masa coregulation, yang
berarti orang tua dan anak akan berbagi wewenang. Coregulation adalah masa transisi dari pengaturan tingkah laku yang
mana orang tua akan cenderung melakukan pengawasan dan anak-anak akan melatih
dalam pengaturan diri sendiri. Contohnya, orang tua sudah tidak akan berperan
secara langsung dalam mengatur anak, namun orang tua memberi nasihat dan arahan
kepada anak.
Cara orang tua membawa anak dalam masa coregulation akan mempengaruhi cara
orang tua dalam mempraktekkan kedisiplinan. Orang tua yang memiliki anak sedang
dalam masa sekolah lebih sering menggunakan teknik induksi. Contohnya: Pada
saat ayah John ingin mengajarkan John tentang bagaimana perilakunya dapat
berimbas pada ornag lain : “Memukul Jerry dapat melukainya dan membuat dia
merasa sakit”. Pada situasi yang lain, orang tua John dapat menarik John untuk
menguji harga dirinya dengan mengatakan hal-hal seperti: “Apa kabar anak
penolong yang datang ke rumah kemarin?” dengan harapan John dapat menjadi lebih
penolong.
Cara orang tua dan anak bekerja sama dalam proses
menyelesaikan konflik lebih penting daripada penyelesaian konflik itu sendiri.
Jika konflik keluarga lebih konstruktif dan membangun, hal ini dapat membantu
anak melihat kebutuhan yang penting akan peraturan di dalam keluarga dan
lingkungan sosial. Mereka juga belajar konflik seperti apa yang layak
diperdebatkan dan strategi apa yang efektif.
·
Efek dari Orang Tua yang Bekerja
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meneliti
tentang efek kedua orang tua yang bekerja terhadap perkembangan anak.
Penelitian-penelitian yang dilakukan lebih difokuskan kepada ibu yang bekerja
di dalam sebuah keluarga. Umumnya, semakin seorang ibu merasa puas terhadap
pekerjaannya, semakin bagus pula kinerjanya berperan sebagai orang tua.
Namun, sesungguhnya, hal yang lebih diutamakan adalah
sebaik apa seorang orang tua untuk mengenal dan mengikuti perkembangan anaknya
yang akan lebih penting bagi anak. Ada anak, dengan ibu yang bekerja, diasuh
ayahnya atau kerabat keluarganya sebelum dan setelah waktu sekolah. Beberapa,
apalagi anak yang hidup di keluarga single-parent,
lebih sering mengunjungi tempat titipan anak atau aktifitas-aktifitas yang
mengembangkan bakat.
Anak-anak, khususnya laki-laki, akan dapat beradaptasi
dengan mudah dan belajar dengan baik di sekolah apabila ditempatkan pada progam
ekstrakulikeler sekolah yang fleksibel dan berorientasi ke arah yang positif.
Namun, menempatkan pengasuhan anak di luar dari
lingkungan rumah dan sekolah lebih baik hanya dilakukan pada anak yang sudah
mulai matang, bertanggung jawab, dan mandiri, sehingga dapat berkomunikasi
dengan orang tua melalui telepon.
·
Kemiskinan dan Pengasuhan
Kemiskinan dapat memotivasi orang tua anak untuk bekerja
keras, atau malah menyerah. Kemiskinan dapat merusak perkembangan anak melalui
kondisi emosi orang tua, pola pengasuhan orang tua, dan keadaan lingkungan
rumah yang orang tua ciptakan.
Keluarga yang miskin tentunya menguji tingkat emosi orang
tua. Orang tua yang stress dapat berakibat pada emosi anak, perilaku anak, dan
prestasi akademis anak yang kurang baik. Kemiskinan dapat membuat orang tua
menjadi cemas, depresi, dan mempunyai emosi yang mudah terganggu. Mereka akan
menjadi kurang menunjukkan kasih sayang kepada anaknya dan kurang responsif
terhadap segala kebutuhan anak. Anak-anak dengan keadaan seperti ini akan
menjadi depresi, bermasalah dalam bersosialisasi, kurang percaya diri,
mempunyai masalah pada tingkah laku dan prestasi belajar, dan cenderung
melakukan hal-hal yang buruk di lingkungan sosial mereka. Keluarga dengan
tingkat ekonomi yang lemah cenderung kurang memeperhatikan anak dan berakibat
pada prestasi belajar di sekolah dan adaptasi sosial yang kurang baik.
Orang tua yang mendapat dukungan dari pihak keluarga atau
lingkungan, memperoleh bantuan dalam pengasuhan anak, akan dapat mengasuh anak
dengan baik. Sehingga perkembangan anak, walaupun dengan kondisi ekonomi yang
lemah, tidak akan mempunyai masalaha yang signifikan.
b.
Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak dengan cukup
signifikan. Anak yang dibesarkan di dalam lingkungan keluarga yang mempunyai
kedua orang tua lengkap (ayah dan ibu) akan berkembang dengan baik dibandingkan
anak yang dibesarkan oleh satu orang tua, orang tua asuh, atau keluarga yang
kumpul kebo.
·
Keluarga Adopsi
Adopsi
bukan hanya diperuntukkan untuk keluarga yang mandul, tetapi juga orang yang
sudah tua, pasangan gay dan lesbian, atau pun orang yang telah mendapat anak
biologis, tetapi ingin menjadi orang tua asuh. Adopsi dapat dilakukan dari
tempat penampungan anak yang dibiayai negara atau swasta, juga dapat dilakukan
dengan perjanjian pribadi antara orang tua kandung dan orangtua pengadopsi. Mengadopsi anak membawa
tantangan tersendiri. Di samping masalah pengasuhan yang bisa muncul, orang tua
adoptif harus berhadapan dengan mengadapsikan anak ke dalam keluarga barunya.
Menjelaskan pengadopsian kepada si anak dapat membantu anak mengembangkan
perasaan diri yang sehat, dan mungkin akhirnya membantu anak untuk berhubungan
dengan orang tua biologis.
Mengacu
pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, sebenarnya hanya ada sedikit
perbedaan dalam penyesuaian antara anak yang diadopsi dengan yang tidak. Anak
yang diadopsi pada masa bayi lebih dapat beradaptasi dengan baik dibandingkan
anak yang diadopsi pada usia tengah.
·
Orang
Tua yang Bercerai
Berbagai
hal mempengaruhi penyesuaian anak, apalagi dalam masa usia tengah, dalam
menghadapi perceraian orang tuanya, meliputi kematangan usia, gender,
temperamen, dan penyesuaian psikologis serta sosial sebelum perceraian. Anak
yang lebih muda akan lebih cemas dalam menghadapi perceraian orang tuanya. Hal
ini dikarenakan anak pada masa usia tengah masih kurang memiliki persepi yang
jelas tentang penyebab perceraian tersebut. Anak dalam usia sekolah sangat
sensitif terhadap tekanan dari orang tua dan konflik loyalitas.
Anak-anak
menyesuaikan diri dengan lebih baik apabila orang tua yang mendapatkan hak
perwakilan menciptakan lingkungan yang stabil, terstruktur dan tidak
mengharapkan anak untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dari
sebelumnya. Masalah emosional atau perilaku dapat terjadi disebabkan karena
anak menyaksikan atau merasakan adanya konflik di antara orang tua, baik
sebelum atau setelah perceraian, dan dari perpisahan itu sendiri.
Apabila
orangtua dapat mengontrol kemarahan mereka, bekerja sama dalam mengasuh anak,
dan menghindarkan anak dari perselisihan,sang anak, kecil kemungkinannya akan
memiliki masalah. Sayangnya
ketegangan dari perceraian sering membuat pasangan sulit menjadi orangtua yang
efektif.
Sebagian
besar anak dari orang tua yang bercerai menyesuaikan diri dengan baik. Walaupun
demikian, kecenderungan untuk drop out
dari sekolah dua kali lebih besar dibandingkan dengan anak dari keluarga yang
tidak bercerai. Mereka juga cenderung menikah pada usia muda, membentuk
hubungan yang tidak stabil dan rentan perceraian.karena merasakan perceraian
orang tuanya ketika mereka kecil. Beberapa orang dewasa yang masih muda takut
membuat komitmen yang berakhir kekecewaan, akan tetapi banyak dari mereka yang
menghilangkan rasa takut tersebut dan membentuk hubungan yang kokoh dan saling
mengasihi.
Tentu
saja semua efek dari perceraian saling berhubungan dan tentunya efek dari
perceraian orang tua dapat menjadi
penyebab perilaku anak di kemudian hari. Dukungan dari orang tua yang bercerai
terhadap anak sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan anak di melewati
masa ini.
·
Tinggal
dengan Keluarga Single-Parent
Keluarga
single-parent dapat berasal dari
perceraian, orang tua yang tidak menikah atau kematian salah satu orang tua. Menurut penelitian,
anak-anak yang tinggal dengan orangtua tunggal cenderung menjadi tertinggal
secara sosial dan pendidikan dibandingkan dengan anak yang memiliki orang tua
yang lengkap.
Biasanya
anak yang tinggal dengan kedua orang tua lebih banyak berinteraksi dengan orang
tua mereka, sehingga mereka lebih sering membaca, berkembang lebih stabil, dan aktif di sekolah dibandingkan dengan anak yang tinggal
dengan salah satu orang tuanya saja. Tidak terelakkan lagi
banyak dampak negatif dari anak dengan orang tua tunggal dalam masa
perkembangan anak usia tengah. Contohnya dalam tahap perkembangan psikososial
anak .
Perlu
diketahui bahwa tingkat kemampuan orang tua yang mengasuh anaknya sendiri dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya berperan sangat penting. Hal ini dapat berdampak
kepada perkembangan, perilaku, dan prestasi anak di sekolah.
Namun,
sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa dengan kebijakan keluarga yang
mendukung disertai keadaan keluarga, baik secara finansial ataupun sosial, anak
yang tinggal dengan orang tua tunggal dapat menjadi lebih mandiri dan
berkembang lebih pesat dibandingkan anak yang mempunyai dan tinggal dengan orang tua lengkap.
·
Tinggal
dengan Keluarga Tiri
Keluarga
tiri sangat berbeda dengan keluarga yang biasa. Keluarga tiri biasanya adalah
keluarga besar yang terdiri dari sanak-sanak saudara, dan bisa memiliki hingga
empat orang dewasa. Perkembangan
anak pada masa usia tengah dengan orangtua tiri mereka biasanya mudah terganggu
karena kebiasaan yang telah dimiliki anak dengan keluarga kandungnya. “Kesetiaan” yang dianut anak terhadap
keluarga kandungnya dapat menghambat anak dalam membangun hubungan yang baru
dan intim dengan keluarga barunya. Hal ini juga berlaku kepada anak yang
memiliki saudara tiri, hasil pernikahan setelah kedua orang tuanya bercerai.
Biasanya sang anak akan lebih menyayangkan orang tua mereka yang menikah
kembali setelah perceraian atau salah satu orang tua yang meninggal. Mereka
akan sulit menerima keluarga dan orang-orang “baru” di keluarga mereka. Sebuah
penelitian juga menunjukkan bahwa, orang tua yang menikah kembali cenderung untuk
tidak memberlakukan pengawasan dan kedisiplinan yang ketat, dibandingkan dengan
orang tua tunggal. Mereka yang diasuh oleh keluarga tiri juga cenderung tidak
perlakukan sebaik mereka dari keluarga yang lengkap secara emosional,sosial dan
psikologis.
Hal
ini sebenarnya sangat tidak disarankan karena semakin banyak orang baru di
kehidupan sang anak, sang anak semakin membutuhkan perhatian dari orang tua
mereka, Perkembangan dan perilaku anak dalam lingkungan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh kebijakan orang tua dalam membagi waktu, memberi perhatian,
dan menjelaskan kepada anak bagaimana struktur keluarga barunya saat ini.
·
Tinggal
dengan Keluarga Gay atau Lesbian
Beberapa
orang tua gay atau lesbianbiasanya membesarkan anak yang
dilahirkan dari hubungan heteroseksual sebelumnya,menganduung dengan cara
buatan ataupun dengan mengadopsi anak.
Banyak
penelitian telah dilakukan untuk melihat perkembangan anak yang dibesarkan
orangtua gay/lesbian. Penelitian
inimencakup penelitian akan kesehatan fisik, emosional,kecerdasan, penyesuaian,
kesadaran anak akan dirinya (self concept),
dan fungsi sosial. Penelitian-penelitian menunjukkan tidak adanya kekhawatiran
yang signfikan dalam hal ini.
Orang
tua yang gay/lesbiansecara terbuka
biasanya memiliki hubungan yang positif dengan anak-anak mereka dan bila
dibandingkan dengan anak yang dibesarkan oleh orang tua heteroseksual cenderung
sama dan tidak memiliki masalah sosial/ psikologis. Namun ada kemungkinan
kecil bagi anak-anak dengan orang tua gay/lesbian untuk menjadi homoseksual.
Dalam
menghadapi kontroversi pernikahan homoseksual dengan implikasi untuk keamanan
anak-anak, agar anak dapat berkembang dengan baik dengan adanya keluarga yang
mendukung,dibeberapa negara telah mempertimbangkan perundang-undangan yang
merestui adopsi untuk pernikahan sesama jenis. Hal ini dikarenakan banyaknya
pasangan sesama jenis yang dulunya telah memiliki anak dari hubungan
heteroseksual mereka dan ingin tetap mengambil tempat di dalam kehidupan anak
dan turut membesarkannya.
c.
Hubungan
Persaudaraan
Hubungan
antara anak dengan saudara-saudara adalah hal selanjutnya yang dinilai penting
dalam perkembangan psikososial anak. Pada anak masa usia tengah, di mana anak
diyakini orang tua sudah cukup matang dalam mengemban tugas-tugas dan tanggung
jawab ringan, sering diajari orang tuanya untuk menjaga saudara yang lebih
kecil. Anak yang lebih kecil diajarkan untuk menghormati kakak atau
abang-abangnya, sedangkan anak yang lebih besar diajarkan untuk menjaga sang
adik, bermain dengan adik, membantu orang tua, dan sebagainya. Dalam lingkungan
sosial saat ini, orang tua mencoba untuk tidak membebankan tugas-tugas tersebut
kepada anak-anak mereka.
Jumlah
saudara, perbedaan usia, dan jenis kelamin menunjukkan peran dan hubungan di
antara saudara. Semakin banyak anak di dalam keluarga dengan lingkungan sosial
yang berkembang, maka semakin banyak pula bantuan yang dapat diberikan anak
dalam menyelesaikan pekerjaan rumah orang tuanya. Di lingkungan sosial yang
telah berkembang, biasanya anak di dalam keluarga tidak banyak dan lebih
memiliki rentang usia yang jauh sehingga pola pengasuhan orang tua dapat
dimaksimalkan.
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa, hubungan saudara akan mulai tampak ketika anak
memasuki masa usia tengah yaitu berumur 7 atau 9 tahun. Biasanya hubungan yang tampak dapat
berupa kasih sayang, cemburu, atau pun kompetisi pada diri anak terhadap
saudaranya. Hal ini sangat bergantung kepada bagaimana orang tua mengasuh anak
sehingga anak dapat memberi respon positif kepada saudaranya.
Hubungan
persaudaraan adalah sebuah hubungan yang baik dalam mengajarkan cara
menyelesaikan konflik. Biasanya, saudara yang bertengkar akan diajarkan (secara
langsung maupun tidak langsung) untuk berdamai dengan saudaranya karena mereka
akan bertemu setiap hari.
Saudara
juga mempengaruhi perkembangan anak masa usia tengah. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa anak kedua cenderung memiliki kepribadian yang sama dengan
anak sulung dalam hal berperilaku, kepribadian, dan aktivitas-aktivitas lain.
Anak sulung lebih dipengaruhi oleh orang tua.
Persaudaraan
mempengaruhi satu sama lain, tidak hanya secara langsung, yaitu melalui
interaksi mereka, tetapi juga tidak langsung, yaitu dari efek hubungan
saudara-saudara mereka dengan orang tua mereka. Contohnya, pengalaman
orang tua dalam mengasuh anak pertama mempengaruhi harapan dan pengasuhan
mereka terhadap anak kedua.
d. Hewan
Peliharaan
Hewan
peliharaan dinilai berperan penting pada perkembangan kepribadian anak masa
usia tengah. Keluarga yang memiliki anak masa sekolah, cenderung mempunyai
hewan peliharaan saat ini.
Hewan
peliharaan dapat berkontribusi pada teori Erikson tentang basic trust dan membantu anak dalam menghadapi tantangan sosial.
Anak-anak pada masa usia tengah sangat mudah membangun kepercayaan pada hewan
peliharaan mereka dan mereka akan memperlakukan hewan mereka sebagai suatu
dukungan atau motivasi positif terhadap emosi mereka. Memelihara hewan
mengajarkan anak akan rasa empati, saling menyayangi, dan tanggung jawab
terhadap sesama. Anak-anak
juga cenderung memilih untuk berbagi cerita dan bermain
dengan hewan peliharaan mereka setelah suatu kejadian yang membuat mereka malu
atau sedih.
DAFTAR PUSTAKA
Papalia, Diane E., et
al.Human Developement: Tenth Edition.New
York: McGraw-Hill Book Company,2007.
Santrok, John W. Life
Span Development: Twelfth Edition.New York: McGraw-Hill Book Company,2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar